Selasa, 29 Oktober 2019 16:25 WIB
INFO NASIONAL — Salah satu upaya peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan adalah melaksanakan program kemitraan GTK. Artinya, guru mitra dari daerah tertinggal, terluar, terdepan (3T) diundang ke sekolah inti untuk berkolaborasi dengan guru inti.
Hal tersebut diistilahkan sebagai On the Job Learning 1 (OJL 1), yaitu proses peserta mitra belajar di lingkungan sekolah inti dan Direktorat Jenderal GTK melakukan supervisi. Para guru dari sekolah mitra ini akan belajar selama sepekan dengan menyaksikan dan terlibat di setiap sekolah inti agar praktik baik itu dapat mereka sebarluaskan kepada guru-guru lain di wilayahnya.
Secara teknis, program kemitraan adalah mewujudkan program penguatan pendidikan karakter (PPK), pembelajaran abad 21, dan gerakan literasi sekolah secara terpadu melalui peran guru di kelas pada tingkat satuan pendidikan melalui penguatan komunitas belajar profesional GTK di wilayahnya masing-masing.
Program kemitraan tahun ini memiliki keunikan, yakni mengintegrasikan guru dan kepala sekolah dalam program yang sama sehingga ada kesinambungan substansi yang digarap oleh keduanya. Keterpaduan program ini meliputi desain dan langkah program, lokasi dan sasaran program, serta substansi program.
Melalui program kemitraan, guru inti dapat saling berbagi pengalaman, menginspirasi dan mengembangkan kerja sama dalam upaya peningkatan dan pemerataan kemampuan guru mitra yang berasal dari daerah 3T. Dengan ini, mereka dapat menghidupkan komunitas belajar profesional dengan fokus penguatan kualitas layanan pembelajaran.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy mengatakan, kompetensi guru merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pasalnya, hasil uji kompetensi guru tahun 2015 menunjukkan bahwa kompetensi guru secara nasional berada pada kategori rendah dan menunjukkan kesenjangan yang tinggi antar daerah.
Muhadjir menyebutkan, kondisi ketimpangan ini mendesak untuk diatasi karena terjadi ketimpangan mutu pendidikan antardaerah. Ketimpangan mutu ini dapat dilihat dari berbagai dimensi, yaitu dimensi masukan (input), proses dan hasil.
Kondisi masukan yang menunjukkan adanya masalah mutu diantaranya adalah masih rendahnya kompetensi guru pada aspek pedagogik dan profesional. “Untuk itu diperlukan upaya-upaya sistematis dan masif secara bersama untuk memenuhi kompetensi yang diharapkan,” ujar Muhadjir.
Menurut Sri Herwati, guru inti dari SMPN 25 Kota Bekasi dalam “Supervisi Program Peningkatan dan Pemerataan Mutu Guru SMP Melalui Kemitraan 2019” di Kota Bekasi, ia mendapatkan guru mitra dari Kota Fak-fak Papua dan mengungkapkan bahwa program kemitraan ini pada dasarnya mempunyai tujuan pemerataan mutu pendidikan yang memiliki kunci paling utama, kemauan.
“Kebutuhan di setiap daerah itu beda-beda, pada dasarnya kita mempunya tujuan yang nyata, yaitu pemerataan mutu pendidikan. Kuncinya adalah kemauan, guru-guru mitra ini harus mau, yakin, dan ikhlas,” ucap guru Bahasa Indonesia ini.
Bicara mengenai bagaimana guru inti mampu menginspirasi dan berbagi pengalaman dengan guru mitra, Sri Herwati menambahkan bahwa sebenarnya para guru mitra ini mempunyai segudang pengalaman juga dan apa yang terjadi adalah lebih saling bertukar pikiran tentang apa yang menjadi nilai lebih di sekolahnya.
“Sebenarnya, yang membuat mereka disebut guru mitra bukan karena intelektual dan lain sebagainya, tetapi lebih ke demografis. Demografis yang membuat sekolah mereka mengajar itu belum memiliki budaya sekolah seperti apa yang sudah terjadi di Kota Bekasi ini. Kalau dilihat secara pengalaman, mereka juga memilikinya,” ujarnya.
Menurut Sri, dalam kegiatan ini, ia lebih banyak bertukar pikiran tentang bagaimana mengembangkan budaya sekolah yang baik, cara menstimulan peserta didik agar lebih aktif. Kemudian, biasanya setelah mereka mengajar akan ada evaluasi secara bersama.
“Kegiatan inilah menjadi seperti penilaian bagi para pesertanya. Jadi, mereka berpikir, oh iya ternyata di sini kekurangannya atau kelebihannya, dan itu yang akan mereka bawa ketika kembali ke daerah asalnya nanti,” ucapnya.
Hal senada juga dituturkan oleh Wiwik Suluh Trisna Handriyani, guru inti asal SMPN 26 Kota Bekasi. Ia menuturkan bahwa tidak hanya kegiatan belajar mengajar yang menjadi fokus dari guru mitra ini, tetapi juga banyak hal yang bisa dipetik dari keseluruhan kegiatan yang berada di sekolahnya.
“Tidak hanya kegiatan KBM atau tentang bagaimana mengajar yang baik, menarik perhatian peserta didik agar memperhatikan, tetapi juga tentang budaya sekolah yang ada di sini pun menjadi perhatian mereka. Pembiasaan, literasi, dan suasana sekolah yang seolah-olah merangkul peserta didik agar betah di sekolah pun menjadi topik hangat bagi kami,” tutur Wiwik yang mengajar di bidang Bahasa Inggris.
Wiwik juga mengungkapkan tentang bagaimana program kemitraan ini dapat menjadi terobosan yang sangat efektif bagi peningkatan serta pemerataan mutu pendidikan di Indonesia.
Ia sangat senang sekali dipercaya oleh Kemdikbud menjadi guru inti untuk bermitra dengan teman-teman dari Fak-fak, Papua ini. Mereka bisa saling bertukar pikiran untuk saling memberi dan menerima dengan lancar.
“Bagi saya kemitraan ini menjadi terobosan yang sangat baik untuk mempercepat pemerataan mutu pendidikan, karena kalau kita hanya menunggu secara alamiah seiring perkembangan budaya anak bangsa di Indonesia akan membutuhkan waktu yang sangat lama,” ujar Wiwik.
Menurutnya, dengan kemitraan ini, diharapkan terjadi kesejajaran, tidak ada lagi tertinggal. Semua sama-sama maju, maju bersama membangun bangsa dengan peserta didik yang secara utuh telah mendapatkan pemerataan mutu pendidikan. (*)