INFO NASIONAL -Pelaksanaan Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2018 telah berlangsung di seluruh daerah di Tanah Air. Uji Kompetensi Guru diikuti oleh semua guru dalam jabatan, baik guru PNS maupun bukan PNS, dengan jumlah jenis soal yang diujikan adalah mata pelajaran/guru kelas/paket keahlian/BK.
Menurut Anita Widiawati, Widyaiswara Madya PPPPTK BMTI Bandung, para peserta UKG yang telah melaksanakannya mendapat pengalaman berarti, dan sekaligus dapat langsung mengetahui hasil nilai UKG yang diperolehnya. Walaupun dalam teknis pelaksanaan UKG, baik secara daring maupun offline terdapat kendala yang senantiasa perlu dilakukan perbaikan, bagi guru peserta UKG hal ini dapat dijadikan bahan evaluasi diri.
Guru yang telah mengikuti UKG memiliki penafsiran dan pandangan yang beragam atas hasil nilai yang diperolehnya. Ada yang kecewa, senang, dan bangga, biasa-biasa saja, bahkan ada yang menjadi beban pikirannya. Telah ditegaskan Mendikbud, bahwa hasil perolehan nilai UKG akan digunakan sebagai data pemetaan kompetensi guru dan tidak ada hubungannya dengan tunjangan sertifikasi guru.
Secara umum, pelaksanaan UKG bertujuan sebagai berikut:
- Memperoleh informasi tentang gambaran kompetensi guru, khususnya kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
- Mendapatkan peta kompetensi guru, yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan jenis pendidikan dan pelatihan yang harus diikuti oleh guru, dalam program pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam bentuk kegiatan pengembangan keprofesian ber-kelanjutan (PKB).
- Memperoleh hasil UKG yang merupakan bagian dari penilaian kinerja guru, dan akan menjadi bahan pertimbangan penyusunan kebijakan dalam memberikan penghargaan dan apresiasi kepada guru.
“Jadi, untuk para guru peserta UKG tidak usah risau dengan hasil yang telah diperolehnya,” ujar Anita.
Kata Anita, kompetensi minimal yang harus dimiliki guru untuk dapat dinyatakan lulus UKG 2018 adalah mencapai nilai 75. Kenyataan di lapangan, masih banyak guru yang telah mengikuti UKG nilainya di bawah 75. Hal ini menjadi pemicu motivasi guru secara pribadi untuk meningkatkan kompetensinya, dan sekaligus menjadi pekerjaan rumah pemerintah. dalam hal ini Kemendikbud, untuk melakukan pembinaan selanjutnya secara serius. Pembinaan yang telah diprogramkan pemerintah adalah berupa diklat-diklat sesuai dengan kebutuhan para guru.
Menurut Anita, untuk meningkatkan kompetensi guru secara utuh, sebaiknya pemerintah melakukan pembinaan secara utuh juga. Bukan kompetensi pedagogik dan profesional saja yang perlu dibina dan dijadikan tolok ukur keprofesionalan guru. Justru kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial guru berperan besar dalam pendidikan. “Oleh karena itu, perlu juga dilakukan pembinaan ke-profesionalan dan karakter positif para guru,” ucapnya.
Untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal, yaitu:
- Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
- Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa.
- Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi.
- Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.
- Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Tugas seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama yaitu pofesi, kemanusiaan, dan kemasyarakatan.
Dapat disimpulkan bahwa guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat serta kualifikasi kompetensi yang memadai. Suatu pekerjaan profesional jelas memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Menjadi seorang guru profesional harus memiliki karakter positif. Di antaranya mau belajar dan bekerja keras, selalu memperbaharui pengetahuannya, disiplin, jujur, kreatif, dan inovatif, serta tidak gentar menghadapi ujian termasuk UKG. Guru sejatinya menjadi teladan bagi siswa- siswinya dalam berkarakter. Guru merupakan sosok yang digugu dan ditiru, sehingga dengan memberi contoh karakter positif, maka para siswanya juga akan terbiasa berkarakter positif.
Jika guru sudah kompeten dan berkarakter positif, maka yang terjadi adalah rasa percaya diri guru dalam mengajar dan mendidik. Justru pendidikan karakter yang diajarkan oleh guru merupakan pendidikan karakter yang aplikatif, bukan sekedar teori. Dengan demikian, akan tercipta budaya karakter positif.
Guru yang baik adalah guru yang mencintai profesinya dan menyayangi siswanya, sehingga segala sesuatu yang menyangkut masa depan siswa merupakan tanggung jawabnya. Untuk dapat menghasilkan output berupa generasi muda yang berkualitas dan berkarakter positif, hanya dapat dicetak oleh guru yang berkualitas dan berkarakter positif juga.
“Kita berharap niat baik pemerintah menyelenggarakan UKG 2018 dan tindak lanjutnya untuk meningkatkan kompetensi guru berjalan dengan baik, sehingga proses pendidikan berkualitas dapat terlaksana,” kata Anita. (*)