2018-05-23 14:30:05
INFO NASIONAL - Kepala sekolah adalah bagian terpenting dalam menggerakkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Walaupun keberadaannya tidak bersentuhan langsung dengan peserta didik yang menjadi objek keluaran dari proses pendidikan itu, tapi naik turunnya kualitas pendidikan berada dalam genggamannya. Layaknya sebuah olahraga ketangkasan yang membutuhkan kerja sama kelompok, kepala sekolah adalah orang yang akan mengatur strategi permainan untuk mencapai kemenangan.
Lalu, pasti terbayang betapa mumpuni orang-orang yang mendapatkan tugas dan tanggung jawab sebagai kepala sekolah. Memang, menjadi kepala sekolah adalah posisi atas yang bukan banyak menawarkan cerita menyenangkan. Padanya diletakkan cita-cita luhur membangun peradaban bangsa.
Merujuk kompetensi yang harus melekat pada diri seorang kepala sekolah, jumlahnya bertambah satu dibanding guru, dan bertransformasi menyesuaikan dengan tugas dan fungsinya yang menyatu dengan posisinya. Permendiknas nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah menegaskan lima kompetensi, yaitu manajerial, kewirausahaan, supervisi, kepribadian, dan sosial.
Pada kompetensi manajerial, permendiknas tersebut merinci 16 hal yang dapat dikerjakan oleh kepala sekolah. Sedangkan kompetensi kewirausahaan hanya merinci lima hal, kompetensi supervisi merinci tiga hal, kompetensi kepribadian merinci enam hal, dan terakhir kompetensi sosial merinci tiga hal.
Segudang tuntutan yang harus dikerjakan oleh seorang kepala sekolah tersebut belum cukup. Untuk keperluan sertifikasi dan pemberian tunjangan profesinya, kepala sekolah masih harus dituntut untuk mengajar. Luar biasa...
PP 19 Tahun 2017 adalah Terobosan Untuk Optimalisasi Peran Kepala Sekolah
Permendikbud nomor 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah menjelaskan bahwa kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan. Terminologi ini menjadikan kepala sekolah masih berkewajiban untuk tetap mengajar dan bertatap muka dengan peserta didik. Sebuah istilah yang mengharuskan kepala sekolah membuat rancangan pembelajaran dan lain sebagainya.
Kepala sekolah mengajar, itu dulu. Saat penghitungan beban menjadi kepala sekolah dianggap setara 18 jam mengajar, maka seorang kepala sekolah masih harus bersusah payah membuat rencana pembelajaran, bertatap muka dengan siwa-siswinya sekurang-kurangnya enam jam pelajaran. Hasilnya, kepala sekolah terkekang. Walaupun 18 jam sudah dibebaskan, namun enam jam -sebagai konsekuensi 24 jam mengajar- di kelas itu tetap mengganggu fokus tugas sebagai kepala sekolah. Dan hal tersebut yang juga disadari oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2017 yang dibuat sebagai perubahan dari PP 74 tahun 2008 tentang Guru, merupakan bentuk terobosan baru untuk memberikan keleluasaan kepada kepala sekolah untuk bergerak. Terobosan pertama ada pada pasal 15 ayat (1) butir b yang mengatakan bahwa kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas sebagai kepala satuan pendidikan.
Pasal ini menghilangkan sebutan bahwa kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan. Dan penghilangan ini hanya khusus kepada kepala sekolah saja. Sedangkan lainnya masih dengan penyebutan sebagai tugas tambahan seperti pada ayat (2) butir a hingga f. Wakil kepala satuan pendidikan itu disebut sebagai tugas tambahan menurut butir a. Yang lainnya adalah ketua program keahlian satuan pendidikan; kepala perpustakaan; kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi; pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidkan inklusi atau pendidikan terpadu; dan tugas tambahan lainnya yang tidak disebutkan pada butir a sampai f namun terkait dengan pendidikan di satuan pendidikan.
Terobosan kedua adalah fokus kepala sekolah yang diarahkan hanya kepada tugas manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi. Artinya, dengan pengerucutan tugas-tugas tersebut, maka kepala sekolah tidak wajib untuk mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran dan bertatap muka dengan para peserta didik. Penegasan tersebut dapat ditemui pada pasal 54 ayat (1): “Beban kerja kepala satuan pendidikan sepenuhnya untuk melaksanakan tugas manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan”. Walaupun demikian, mengingat kondisi distribusi guru yang tidak merata di negara kita, peraturan ini juga memberikan tuntunan jika pada kondisi tertentu, maka kepala sekolah dapat melaksanakan tugas pembelajaran. Bisa dilihat pada butir b selanjutnya pada pasal yang sama.
Terobosan-terobosan tersebut adalah salah satu bentuk kemajuan bagi dunia pendidikan Indonesia. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut berharap kepala sekolah lebih fokus untuk mengatur arah institusi sekolah agar pendidikan berkualitas dapat tercapai. Tidak ada lagi keluh kesah yang timbul akibat adanya kewajiban mengajar itu.
Guru akan lebih terbina dan nyaman dalam menjalankan tugasnya di kelas. Sedangkan kepala sekolah akan lebih optimal dalam menjalanken perannya sebagai sang pengatur strategi. (*)