2018-04-16 15:27:392018-04-12 15:27:39
INFO NASIONAL - Pada umumnya, profesi guru selalu berada di rating tertinggi yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran peserta didik, di mata para pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat luas.
Banyaknya perhatian kepada guru wajar saja, karena profesi guru adalah profesi strategis yang langsung berhadapan dengan peserta didik. Artinya, profesi guru memiliki akses langsung menentukan keberhasilan peserta didik menyerap bahan dan proses pembelajaran yang dilakukan di dalam maupun di luar kelas.
Untuk meningkatkan keberhasilan pendidikan, pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan akselerasi penuntasan Implementasi Kurikulum 2013 (K-13) pada tahun ajaran 2018/2019 dengan partisipasi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah (KS PS).
Terdapat setidaknya dua permasalahan yang perlu diperbaiki dengan harapan kelak implementasi K-13 menjadi lebih baik atau efektif.
Pertama, melekatnya citra guru sebagai ‘One Man/Teacher Show’ sehingga mengakibatkan beban mental pada guru begitu besar seakan-akan keberhasilan implementasi K-13 terletak di bahu ibu-bapak guru semata.
Kedua, kesan yang menempatkan guru sebagai komoditi politik di tahun politik 2018. Kurikulum 2013 memang bukan ‘barang baru’ di dalam pendidikan sekolah.
Melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen GTK Kemendikbud), peran dan fungsi KS PS pun mendapatkan perhatian khusus. Ditjen GTK memfasilitasi KS dengan pelatihan K-13 yang tentunya disesuaikan dengan tugas-fungsinya melakukan supervisi pengelolaan sekolah, dan PS dengan sosialisasi tugas-fungsinya melakukan supervisi manajerial dan supervisi akademik dalam konteks K-13.
Ditjen GTK menganggap pemanfaatan Modul Pelatihan KS PS sebagai strategi pilihan terbaik. Pada akhirnya, tumbuh pemahaman bahwa implementasi K-13 bersifat partisipatif-kolaboratif dan tidak One Teacher Show dan penuntasan K-13 tahun 2018 sebagai Kebutuhan mendesak dan jauh dari desakan politis yang berlebihan.
Modul hanyalah salah satu jenis bahan atau buku yang disiapkan oleh Ditjen GTK. Tuntutan agar materi atau bahan termasuk modul juga mencakup Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), Penerapan Literasi dalam Pembelajaran, Pembelajaran Abad 21 (4C) dan Pengembangan HOTS juga telah difasilitasi.
Semua persiapan dalam rangka menyiapkan materi atau bahan yang benar-benar “fresh from the oven” ini tentunya membutuhkan waktu dan usaha kerja pintar-keras. Ditjen GTK mengharapkan partisipasi semua elemen yang terdapat di dalam Kemendikbud dan UPT Kemendikbud se-Indonesia sebagai Tim Pengembang Kurikulum 2013 bagi PS dan KS.
Pada akhirnya, materi atau bahan yang telah siap perlu melalui proses uji kelayakan, termasuk uji keterbacaan dan analisis oleh para pakar. (*)